BAB 14 GANGGUAN PSIKOLOGI


GANGGUAN PSIKOLOGI

Penyalahgunaan Zat Kimia dan Kecanduan
The American Psychiatric Association (1994) dalam Diagnostic an Statistical Manual (4th ed.), mendefinisikan penyalahgunaan zat kimia sebagai pola penggunaan suatu zat kimia yang tidak adaptif dan menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau stress (hlm. 182). Hal yang membingungkan dari kecanduan adalah bahwa individu tersebut hal yang mereka lakukan sudah tidak lagi menyenangkan, tetapi mereka merasa adanya dorongan tidak tertahankan untuk melakukan perilaku kecanduan tersebut.

Sinapsis, Penguatan, dan Kecanduan
Kokain, heroin, dan zat candu lainnya memiliki satu persamaan, yaitu meningkatkan aktivitas sinapsis dopamine pada area-area tertentu.

Penguatan dan Nucleus Accumbens
Penelitian mengungkapkan bahwa tikus dan spesies lain akan menstimulasi otak secara mandiri. Semua area otak tersebut secara langsung atau tidak langsung menstimulasi akson yang melepaskan dopamine di nucleus accumbens.

Kecandan sebagai Peningkatan “Menginginkan”
Tidak semua hal yang kita kerjakan akan membawa kebahagiaan. Seperti seorang karyawan yang bekerja dan setiap bulannya mendapatkan gaji, tetapi mereka merasa tidak terlalu bahagia pada saat mendapatkan gaji tersebut. Sama halnya dengan pecandu obat-obatan, mereka merasa kenikmatan dalam mengkonsumsi obat-obatan tersebut, meskipun mereka tetap terobsesi untuk mendapatkannya.

Untuk menjelaskan hasil pengamatan tersebut, Kent Berridge dan Terry Robinson (1998) membedakan antara “menyukai” dan “menginginkan”. Peningkatan kecanduan berarti peningatan besarnya keinginan kita terhadap sesuatu, tidak selalu disertai dengan besarnya kesukaan kita terhadap sesuatu tersebut. Sesuatu yang Anda inginkan akan menguasai perhatian anda. Obat-obatan adiktif memiliki kemampuan yang sangat  hebat untuk mendominasi dan perhatian dan dorongan pengguna, bahkan apabila pengalaman penggunaan obat tersebut tidak menyenangkan.

Sensitisasi Nucleus Accumbens
Seiring dengan bertambahnya kecanduan seseorang terhadap sesuatu, maka sesuatu tersebut akan mendominasi perhatiannya dan nucleus accumbens memberikan yang kuat terhadapnya. Artinya, nucleus accumbens mengalami sentisisasi. Penggunaan kokain yang berulang-ulang akan meningkatkan kemampuan kokain untuk melepaskan dopamine di nucleus accumbens dan juga meningkatkan kemampuan kokain untuk untuk mengaktivasi bagian dari korteks prafontal kanan dan kecenderungan individu untuk mencari sumber kecandunnya.

Alkohol dan Ketergantungan Alkohol
Ketergantungan alcohol atau kecanduan alcohol adalah kondisi ketika seseorang tidak bisa lepas dari penggunaan zat tersebut dengan tidak mengenal situasi. Individu yang digolongkan sebagai pecandu alcohol tidak harus mengalami gangguan yang parah.Alcohol menghambat aliran ion natrium melintasi membrane, mengembangkan permukaan membrane. Menurunkan aktivitas serotonin (FIls-Aime dkk., 1996), memfasilitasi respons oleh reseptor GABAA (Mihic et.al., 1997), dan menghambat reseptor glutamat (Tsai dkk., 1998), dan meningkatkan aktivitas dopamine (Phillips dkk., 1998). Banyaknya pengaruh yang ditimbulkan alcohol, tidak mengherankan jika alcohol memengaruhi perilaku dengan berbagai macam cara.

Genetika
Dasar-dasar genetika merupakan factor kuat yang mempengaruhi munculnya ketergantungan alcohol pada usia muda, terutama pada pria. Gen mempengaruhi kemungkinan berkembangnya ketergantungan alcohol dengan berbagai cara. Gen yang meningkatkan respons stress akan meningkatkan kemungkinan sesorang menjadi pecandu alcohol setelah melakukan satu usaha untuk berhenti mengonsumsi alcohol (Kreek, Nielsen, Butelman, & LaForge, 2005). Gen juga meningkatkan produksi adenosine cenderung menurunkan konsumsi alcohol, karena adenosine memiliki pengaruh yang menenangkan sehingga mengurangi stress.

Factor Risiko
Studi membuktikan bahwa ketergantungan alcohol lebih mungkin terjadi pada individu yang impulsive, pecinta risiko, mudah bosan, pencari sensasi, dan terbuka. Penelitian lain mengikuti desain tersebut. Pertama, mengidentifikasi sekelompok pria muda yang tidak memiliki masalah ketergantungan alcohol. Bandingkan di antara mereka yang memiliki ayah pecandu alcohol dengan yang tidak memiliki kerabat dekat pecandu alcohol. Oleh karena adanya kecenderungan kuat ketergantungan alcohol dalam keluarga, peneliti mengharapkan bahwa banyak pria yang ayahnya merupakan pecandu alcohol nantinya akan menjadi pecandu alcohol.

Pengobatan Melawan Penyalahgunaan Zat Kimia Antabus
Setelah seseorang meminum etil alcohol, enzim-enzim di hati akan segera memetabolismenya menjadi asetaldehida, yaitu sebuah zat beracun. Sebuah enzim yang bernama asetaldehida menjadi dehidrogenase akan mengubah asetaldehida menjadi asam asetat, sebuah zat kimia yang dapat digunakan untuk tubuh sebagai sumber energi. Individu-individu yang memiliki gen yang lebih lemah untuk asetaldehida dehidrogenase, memetabolisme asetaldehida lebih lambat. Jika mereka mengkonsumsi alcohol, maka mereka akan mengakumulasi asetaldehida yang dapat menimbulkan kepucatan pada wajah, peningkatan detak jantung, mual-mual, pusing kepala, nyeri perut, dan kerusakan pada organ internal. Seseorang yang tidak dapat memetabolisme asetaldehida memiliki kemungkinan yang rendah untuk mengkonsumsi alcohol dalam jumlah yang banyak.

Obat yang bernama disulfram yang memiliki nama dagang antabus memiliki pengaruh yang berkebalikan dengan asetaldehida dehidrogenase dengan cara mengakt diri pada ion tembaga enzim tersebut. Dengan mengonsumsi pil Antabus dan membayangkan sakit yang mungkin timbul setelah pengkonsumsian alcohol, seseorang akan mengubah kembali keputusannya untuk tidak mengkonsumsi alcohol. Pengobatan menggunakan antabus lebih efektif jika ada seseorang yang memastikan obat tersebut dikonsumsi setiap hari oleh pecandu alcohol.

Metadon
Metadon mirip dengan heroin dan morfin, tetapi memiliki keunggulan karena dapat dikonsumsi dalam bentuk pil (jika heron dan morfin dikonsumsi dalam bentuk pil, maka sebagian besar akan dipecahkanoleh asam lambung). Metadon dalam bentuk pil secara bertahapakan memasuki pembuluh darah lalu memasuki otak, sehingga peningkatan kadarnya terjadi secara lambat, menghindarkan adanya pengalaman “naik” (rush). Oleh karena metadon dimetabolisme secara perlahan, gejala penarikan diri juga timbul secara bertahap. Disamping itu, pengguna metadon akan menghindari penggunaan jarum suntik yang terinfeksi.


15.2 

Gangguan Mood


Gangguan depresi mayor
Adalah pengalaman yang intesitasya lebih tinggi serta berlangsung lebih lama.
Berdasarkaan DSM-IV (american psychiatric association, 1994).
Gejala yang  biasanya adalah hilangnya rasa bahagia dari pada peningkatan rasa sedih seperti merasa sedih dan tidak bahagia, merasa tidak berguna, rasa ingin bunuh diri, sulit tidur, tidak dapar berkonsentrasi, tidak dapat membayangkan kebahagiaan.
Depresi mayor dua kali lebih banyak di diagnosis oleh wanita, depresi ini dapat terjadi pada usia berapapun. Sebah survei di amerika serikat melaporkan bahwa dari seluruh penduduk dewasa 5% menderita depresi yang secara klinis signifikan.

Hormon
Depresi terjadi lebih banyak dalam kurun waktu tertentu dari pada terus menerus, Selama berbulan-bulan stau bertahun-tahun dan kemudian kembali lagi. Salah satu pemicunya adalah stres yang akan melepaskan kortisol. Sebagian besar wanita merasakan penurunan emosi sehari/dua hari setelah melahirkan sekitar 20% wanita mengalami depresi postpartum ( depresi postpartum banyak ditemukan pada wanita yang pernah menderita depresi mayor dan pada wanita yang mengalami ketidaknyamanan parah saat masa menstruasi).

Abnormalitas dominansi belahan otak
Sebagian besar penderita depresi mengalami penurunan aktivitas pada korteks prafrontal kiri dan meningkatkan aktifitas pada korteks prafrontal kanan ( Davidson, 1984; pizzagalli dkk., 2002). Sebagian besar individu normal ketika mengerjakan uji verbal akan memandang ke arah kanan, tetatpi sebagian besar penderita depresi akan memandang ke kiri, hal yang mengindikasikana danya dominansi belahan otak kanan.

Virus
Beberapa kasus depresi mungkin berkaitan dengan infeksi virus. Pada persentase kecil dari 265 penderita depresi yang diuji, namun dari 105 individu normal tidak ada yng memiliki virus tersebut. Virus borna menimbulkan predisposisi terhadap penyakit kejiwaan secara umum bukan hanya depresi secara spesifik.

Obat anti depresi
Tipe tipe obat anti depresi : trisiklik, selective serotonim reuptake inhibitors, monoamine oxsidase inhibitor, antidepresi atipikal.
Trisiklik

Contohnya; imipramin nama dagang tofranil, bekerja dengan cara mencegah neuron prasinaptik mengabsorpsi ulang serotonin, dopramin atau norepinefrin. Efek samping menimbulkan kantuk, mulut kering, sulit buang air kecil, kelainan jantung. Obat antidepresi dosis berlebih dapat berakibat fatal, jika diberikan pada pasien kecenderungan bunuh diri akan beresiko tinggi.

     selective serotonim reuptake inhibitors (SSRI)
spesifik  untuk neurotransmiter serotonin contohnya fluoxetine, setralin, nama dagang prozac efek samping mual, sakit kepala, dan menimbulkan kecemasan.

     Mono amine oxsidase inhibitor (MAOI)
Contohnya feneldzin dengan nama dagang nardil menghambat enzim MAO, pengguna MAOI harus menghindari makanan yang mengandung tiramin seperti keju, kismis, dll karena dapat meningkatkan tekanan darah.

     Anti depresi atipikal

Contohnya; bupromion, venlaxafin, nefazodon. Eeksamping yang jarang diketahui dan berpotensi berbahaya.

Bagaimana Tepatnya Cara Kerja Obat Antidepresi?


1.    Selective Serotonin Reuptake Inhibbitor (SSRIs)
Serotonin adalah neurotransmitter yang terkait dengan perasaan sehat dan bahagia. SSRI digunakan untuk mengobati depresi sedang sampai berat.
2.    Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRIs)
SNRI menghambat serotonin dan norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf. Norepinephrine terlibat dalam sistem saraf otak yang memicu respon rasa ketertarikan terhadap rangsangan dari luar dan memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, SNRI diyakini lebih efektif daripada obat jenis SSRI yang hanya berfokus pada serotonin.
3.    Trisiklik
Trisiklik bekerja langsung menghambat sejumlah neurotransmiter, termasuk serotonin, epinefrin, dan norepinephrine, agar tidak kembali terserap sekaligus juga mengikat reseptor sel saraf. Biasanya, obat ini diresepkan untuk orang-orang yang sebelumnya pernah diberikan SSRI namun tidak ada perubahan gejala.
4.    Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) bekerja menghambat enzim monoamine oxidase yang dapat menghancurkan serotonin, epinefrin, dan dopamin. Ketiga neurotransmitter ini bertanggung jawab untuk menimbulkan perasaan bahagia..
5.    Moradrenaline and Specific Serotonergic Antidepressants (NASSAs)
NASSAs adalah antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan kadar noradrenalin dan serotonin. Serotonin dan noradrenalin merupakan neurotransmiter yang mengatur mood dan emosi. Serotonin juga ikut mengatur siklus tidur dan nafsu makan.


Serotonin adalah suatu bahan kimia alami atau neurotransmiter monoamino yang disintesiskan pada neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin dalam saluran pencernaan. Nama kimia dari serotonin adalah 5-Hidroksitriptamina. Hormon serotonin ini dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dan senang.
Obat antidepresi juga dapat menimbulkan efek pada sinapsis serotonin dan katekol amina dalam hitungan waktu yang dimana sang pengguna harus mengonsumsinya selama berminggu-minggu sebelum mendapatkan hasil reaksi dari obat tersebut. Sekiranya 2-3 minggu atau 4-6 minggu untuk reaksi yang optimal.

Ketika obat antidepresi meningkatan pelepasan neurotransmitter, neuron akan melepaskan neurotrofin yang di sebut brain-derived neurotrophic factor (BDNF) peningkatan pelepasan BDNF memicu ketahanan dan pertumbuhan di hipokampus dan efek tersebut berkontribusi pada manfaat obat antidepresi. Prosedur yang menghambat efek BDNF akan menghambat efek prilaku obat antidepresi tersebut. Efek tunda lainnya dari obat anti depresi adalah dengan mendesensitisasi autoreseptor pada neuron prasinaptik.

Dimana setelah neuron melepaskan neurotransmitter, sejumlah molekul neurotransmitter mengalir keluar sinaps dan melekat pada autoreseptor pada akson, menurunkan pelepasan neurotransmitter lebih lanjut. Akibatnya, autoreseptor “mengerem” proses tersebut.
Bahwasanya sampai sekarang, belum terjawab bagaimana tepatnya cara kerja obat antidepresi.

Ada sebuah alternative dari obat antidepresi adalah terapi kognitif atau psikoterapi lainnya. Bisa juga melakukan terapi eelektrokonvulsif (ECT) terapi ini adalah terapi dengan melakukan serangan ke otak menggunakan listrik.
Umumnya ECT digunakan 2 minggu sekali. Pasien diberikan obat penenang otot atau anestesi untuk mengurangi ketidaknyamanan. Efek samping dari penggunaan ECT adalah kehilangan memori, tetapi efek samping yang lebih serius dari penggunaan ECT adalah resiko tinggi terjadi kembalinya depresi dalam beberapa bulan. Setelah ECT menurunkan gejala depresi, hal yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya depresi kembali dengan cara menggunakan obat, psikoterapi, atau terapi ECT secara berkala.


Perubahan pola tidur
Berapa penderita depresi memiliki pola tidur yang hampir sama dengan individu sehat yang tidur lebih awal dari pada biasanya. Penderita depresi dapat memulai tidur, tetapi bangun lebih awal dan juga tidak dapat tidur kembali. Penderita depresi juga memiliki jumlah gerak mata yang lebih cepat permenitnya daripada rata-rata ketika dalam tidurnya.


Gangguan Bipolar
Depresi dapat berupa gangguan bipolar atau unipolar. Perbedaan dari unipolar dan bipolar adalah jika penderita mengalami bipolar atau istilah medis sebelumnya adalah maniac depressive disorder, keadaannya berseling antara depresi dan mania. Mania ditandai dengan adanya aktivitas resah, kegembiraan, tertawa, percaya diri, bicara tidak terfokus, dan hilangnya Kendari diri. Sedangkan gangguan unipolar keadaannya berseling antara keadaan normal dan depresi.
Beberapa penderita mania berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi individu yang lain. Individu yang menderita peridoe mania penuh disebut dengan penderita gangguan bipolar I. sedangkan penderita gangguan bipolar II memiliki periode mania yang lebih ringan yang disebut hipomania, yang ditandai dengan adanya agitasi dan kecemasan.

Genetika
Beberapa bukti mendukung adanya pewarisan karakter atau genetika untuk gangguan bipolar. Jika salah satu kembaran monozigot menderita gangguan bipolar, maka kembaran yang lain paling tidak memiliki 50%. Sementara itu, kembaran dizigot memiliki probabilitas sebesar 5-10%. Beberapa gen yang lebih umum ditemukan pada penderita gangguan bipolar, berhasil diidentifikasi melalu perbandingan kromosom.

Gangguan Afektif Musiman
Gangguan afektif musiman atau Seasonal affective disorder – SAD, yaitu depresi yang secara teratur muncul pada musim-musim tertentu.
Gangguan afektif musimam (SAD) berbeda dengan tipe depresi lainnya dalam berbagai hal. Penderita SAD memiliki tidur fase tertunda atau phase delayed dan ritme suhu yang lebih jadi mengantuk dan bangun dari tidur lebih lambat dari biasanya. Ini berbeda dari penderita depresi lain yang ritmenya dipercepat.

Pengobatan SAD dapat dilakukan dengan menggunakan lampu yang sangat terang selama satu jam atau lebih setiap hari. 


Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu kelainan yang ditandai oleh penurunan kemampuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari karena adanya suatu kombinasi dari halusinasi, delusi, gangguan pikiran, gangguan pergerakan, dan ekspresi emosi yang tidak sesuai.

Gejala yang timbul sangat beragam. Pada sebagian penderita, halusinasi dan delusi sangat menonjol. Pada sebagian penderita lain gangguan pikiran merupakan hal yang menonjol. Skizofrenia awalnya dikenal dengan nama demensia prekoks (dementia praecos) yang akarnya berasal dari bahasa latin yang berarti “penurunan kondisi mental premature”.

Gejala Pada Perilaku
Skizofrenia ditandai oleh gejala positi (perilaku yang muncul, tetapi seharusnya tidak ada) dan gejala negatif (perilaku yang tidak muncul, tetapi seharusnya ada). Gejala-gejala negative meliputi lemahnya interaksi sosial, ekspresi emosi, bicara dan memori kerja. Gejala positif dibagi dalam 2 kelompok, yaitu psikotik dan disorganized. Kelompok gejala psikotik terdiri dari delusi (keyakinan yang tidak terbukti, misalnya: penderita seolah-olah sedang dianiaya atau penderita yang menyatakan bahwa makhluk luar angkasa sedang berusaha mengendalikan perilakunya) dan halusinasi (pengalaman sensoris yang tidak normal, misalnya: pasien mendengar suara ketika ia sendirian).

Gangguan pikiran yang paling umum terjadi pada skizofrenia adalah kesulitan untuk memahami dan menggunakan konsep abstrak.

Diagnosis Banding dalam Skizofrenia
Berikut adalah beberapa kondisi yang gejalanya terkadang mirip dengan gejala skizofrenia.
            Gangguan mood dengan cirri psikotik: penderita depresi sering kali mengalami delusi, terutama delusi tentang rasa bersalah dan kegagalan.
               Penyalahgunaan substansi adiktif: banyak gejala positif skizofrenia yang dapat muncul sebagai akibat dari lamanya penggunaan amfetamin, metamfetamin, kokain.
             Kerusakan otak: balur pada korteks temporal atau prefrontal.



Data Demografi
Setiap waktu, sekitar 1% populasi manusia menderita skizofrenia. Skizofrenia terjadi pada semua kelompok etnis diseluruh dunia, walaupun skizofrenia 10-100 kali lebih mungkin ditemukan di Amerika Serikat dan Negara-negara benua Eropa disbanding di Negara dunia ketiga.


Genetika

Banyak peneliti yang yakin bahwa skizofrenia mungkin juga adalah penyakit genetic. Akan tetapi, semakin banyak bukti yang terkumpul mengindikasikan bahwa skizofrenia bukan penyakit yang terkait hanya dengan 1 gen.
Studi Terhadap Kembar
Kesamaan tinggi untuk kembar monozigot telat lama digunakan sebagai bukti pengaruh genetic yang kuat. Akan tetapi, perhatikanlah dua batasan dibawah ini:

                  Kesamaan antar kembar monozigot hanya sekitar 50% bukan 100%
                 Terdapat kesamaan yang lebih besar pada kembar dizigot dibanding saudara kandung.


Hipotesis Perkembangan Neuron
Berdasarkan hipotesis perkembangan neuron yang popular di kalangan peneliti, skizofrenia dicetuskan oleh adanya abnormalitas dalam tahap perkembangan neuron prenatal (sebelum dilahirkan) dan postnatal (sesudah dilahirkan)
Bukti-bukti yang mendukung hipotesis tersebut adalah:


                 Beberapa jenis kesulitan yang dialami pada masa prenatal maupun postnatal dikaitkan dengan munculnya skizofrenia di kemudian hari
                 Penderita skizofrenia menderita kelainan otak ringan yang tampaknya muncul pada masa awal perkembangan 
                 Mungkin abnormalitas dalam masa awal perkembangan dapat mengganggu perilaku masa dewasa


Lingkungan Pranatal dan Postnatal
Resiko skizofrenia mengalami peningkatan pada individu-individu yang mengalami kesulitan (pada masa perkembangannya) sehingga dapat memengaruhi perkembangan otak mereka, termasuk gizi buruk ibu yang sedang hamil, kelahiran premature, berat badan bayi yang rendah saat dilahirkan dan komplikasi pada saat melahirkan, misalnya pendarahan hebat. Akan tetapi, tiap hal tersebut hanya menyumbangkan pengaruh yang kecil terhadap kemunculan skizofrenia.

Singkatnya, beberapa kasus skizofrenia mungkin ditimbulkan sebagai akibat infeksi virus atau parasit.

Pengobatan dan obat-obatan
Dalam menangani skizofrenia, dokter akan mengombinasikan obat-obatan dengan terapi psikologis. Obat yang biasa diresepkan dalam kasus ini adalah antipsikotik. Antipsikotik bekerja dengan cara memengaruhi zat neurotransmiter di dalam otak (serotonoin dan dopamine). Pada penderita skizofrenia, obat ini bisa menurunkan agitasi dan rasa cemas, menurunkan atau mencegah halusinasi dan delusi, serta membantu menjaga kemampuan berpikir dan mengingat.

Antipsikotik digunakan dalam dua cara, yaitu oral (umumnya bentuk pil) dan suntik. Pada pasien yang mudah diatur, dokter biasanya akan memberikan pil antipsikotik. Namun sebaliknya, pada pasien yang menolak diberikan obat, terpaksa harus disuntik. Untuk menenangkan pasien yang mengalami agitasi, dokter biasanya akan memberikan benzodiazepine terlebih dahulu sebelum menyuntikkan antipsikotik.

Ada dua kelompok obat-obatan antipsikotik, yaitu antipsikotik generasi lama (misalnya fluphenazine, perphenazine, chlorpromazine, dan haloperidol dan generasi baru (misalnya clozapine, ziprasidone, quetiapine, olanzapine, risperidone, aripiprazole, dan paliperidone)

Efek samping yang ada kelompok antipsikotik baru ini adalah peningkatan berat badan, sembelit/ mengantuk, pandangan kabur, mulut kering, dan berkurangnya gairah seks. Sedangkan efek samping yang hanya ada pada antipsikotik generasi lama adalah otot terasa berkedut, badan gemetar, dan kejang otot.

Saat ini, antipsikotik generasi baru merupakan obat yang paling sering direkomendasikan oleh dokter karena terbukti memiliki risiko efek samping yang lebih rendah.


Bagi penderita skizofrenia yang telah melewati episode akut, pemberian antipsikotik harus tetap dilakukan selama 1-2 tahun untuk mencegah kambuh. Namun selama periode akut belum reda, biasanya dokter akan menyarankan perawatan di rumah sakit jiwa agar kebersihan, nutrisi, kebutuhan istirahat, dan keamanan penderita terjamin.

DAFTAR PUSTAKA : 

Kalat, J.W. (2012).Biopsikologi:Biological Psychology. Jakarta : Salemba Humanika. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 10 PERILAKU REPRODUKSI

BAB 3 ANATOMI SISTEM SARAF

BAB 9 PENGENDALIAN INTERNAL