BAB 14 GANGGUAN PSIKOLOGI
GANGGUAN PSIKOLOGI
Penyalahgunaan
Zat Kimia dan Kecanduan
The American
Psychiatric Association (1994) dalam Diagnostic an Statistical Manual (4th
ed.), mendefinisikan penyalahgunaan zat kimia sebagai pola penggunaan suatu zat
kimia yang tidak adaptif dan menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau
stress (hlm. 182). Hal yang membingungkan dari kecanduan adalah bahwa individu
tersebut hal yang mereka lakukan sudah tidak lagi menyenangkan, tetapi mereka
merasa adanya dorongan tidak tertahankan untuk melakukan perilaku kecanduan
tersebut.
Sinapsis, Penguatan, dan Kecanduan
Kokain, heroin,
dan zat candu lainnya memiliki satu persamaan, yaitu meningkatkan aktivitas
sinapsis dopamine pada area-area tertentu.
Penguatan dan Nucleus Accumbens
Penelitian
mengungkapkan bahwa tikus dan spesies lain akan menstimulasi otak secara
mandiri. Semua area otak tersebut secara langsung atau tidak langsung
menstimulasi akson yang melepaskan dopamine di nucleus accumbens.
Kecandan
sebagai Peningkatan “Menginginkan”
Tidak semua hal
yang kita kerjakan akan membawa kebahagiaan. Seperti seorang karyawan yang
bekerja dan setiap bulannya mendapatkan gaji, tetapi mereka merasa tidak
terlalu bahagia pada saat mendapatkan gaji tersebut. Sama halnya dengan pecandu
obat-obatan, mereka merasa kenikmatan dalam mengkonsumsi obat-obatan tersebut,
meskipun mereka tetap terobsesi untuk mendapatkannya.
Untuk
menjelaskan hasil pengamatan tersebut, Kent Berridge dan Terry Robinson (1998)
membedakan antara “menyukai” dan “menginginkan”. Peningkatan kecanduan berarti
peningatan besarnya keinginan kita terhadap sesuatu, tidak selalu disertai
dengan besarnya kesukaan kita terhadap sesuatu tersebut. Sesuatu yang Anda
inginkan akan menguasai perhatian anda. Obat-obatan adiktif memiliki kemampuan
yang sangat hebat untuk mendominasi dan perhatian dan dorongan pengguna,
bahkan apabila pengalaman penggunaan obat tersebut tidak menyenangkan.
Sensitisasi Nucleus Accumbens
Seiring dengan
bertambahnya kecanduan seseorang terhadap sesuatu, maka sesuatu tersebut akan mendominasi
perhatiannya dan nucleus accumbens memberikan yang kuat terhadapnya. Artinya,
nucleus accumbens mengalami sentisisasi. Penggunaan kokain yang berulang-ulang
akan meningkatkan kemampuan kokain untuk melepaskan dopamine di nucleus
accumbens dan juga meningkatkan kemampuan kokain untuk untuk mengaktivasi
bagian dari korteks prafontal kanan dan kecenderungan individu untuk mencari
sumber kecandunnya.
Alkohol dan Ketergantungan Alkohol
Ketergantungan alcohol atau kecanduan alcohol adalah
kondisi ketika seseorang tidak bisa lepas dari penggunaan zat tersebut dengan
tidak mengenal situasi. Individu yang digolongkan sebagai pecandu alcohol tidak
harus mengalami gangguan yang parah.Alcohol menghambat aliran ion natrium
melintasi membrane, mengembangkan permukaan membrane. Menurunkan aktivitas
serotonin (FIls-Aime dkk., 1996), memfasilitasi respons oleh reseptor GABAA
(Mihic et.al., 1997), dan menghambat reseptor glutamat (Tsai dkk., 1998), dan
meningkatkan aktivitas dopamine (Phillips dkk., 1998). Banyaknya pengaruh yang
ditimbulkan alcohol, tidak mengherankan jika alcohol memengaruhi perilaku
dengan berbagai macam cara.
Genetika
Dasar-dasar
genetika merupakan factor kuat yang mempengaruhi munculnya ketergantungan
alcohol pada usia muda, terutama pada pria. Gen mempengaruhi kemungkinan
berkembangnya ketergantungan alcohol dengan berbagai cara. Gen yang
meningkatkan respons stress akan meningkatkan kemungkinan sesorang menjadi
pecandu alcohol setelah melakukan satu usaha untuk berhenti mengonsumsi alcohol
(Kreek, Nielsen, Butelman, & LaForge, 2005). Gen juga meningkatkan produksi
adenosine cenderung menurunkan konsumsi alcohol, karena adenosine memiliki
pengaruh yang menenangkan sehingga mengurangi stress.
Factor Risiko
Studi
membuktikan bahwa ketergantungan alcohol lebih mungkin terjadi pada individu
yang impulsive, pecinta risiko, mudah bosan, pencari sensasi, dan terbuka.
Penelitian lain
mengikuti desain tersebut. Pertama, mengidentifikasi sekelompok pria muda yang
tidak memiliki masalah ketergantungan alcohol. Bandingkan di antara mereka yang
memiliki ayah pecandu alcohol dengan yang tidak memiliki kerabat dekat pecandu
alcohol. Oleh karena adanya kecenderungan kuat ketergantungan alcohol dalam
keluarga, peneliti mengharapkan bahwa banyak pria yang ayahnya merupakan
pecandu alcohol nantinya akan menjadi pecandu alcohol.
Pengobatan
Melawan Penyalahgunaan Zat Kimia Antabus
Setelah
seseorang meminum etil alcohol, enzim-enzim di hati akan segera
memetabolismenya menjadi asetaldehida, yaitu sebuah zat beracun. Sebuah enzim
yang bernama asetaldehida menjadi dehidrogenase akan mengubah asetaldehida
menjadi asam asetat, sebuah zat kimia yang dapat digunakan untuk tubuh sebagai
sumber energi. Individu-individu yang memiliki gen yang lebih lemah untuk asetaldehida
dehidrogenase, memetabolisme asetaldehida lebih lambat. Jika mereka
mengkonsumsi alcohol, maka mereka akan mengakumulasi asetaldehida yang dapat
menimbulkan kepucatan pada wajah, peningkatan detak jantung, mual-mual, pusing
kepala, nyeri perut, dan kerusakan pada organ internal. Seseorang yang tidak
dapat memetabolisme asetaldehida memiliki kemungkinan yang rendah untuk
mengkonsumsi alcohol dalam jumlah yang banyak.
Obat yang
bernama disulfram yang memiliki nama dagang antabus memiliki pengaruh yang
berkebalikan dengan asetaldehida dehidrogenase dengan cara mengakt diri pada
ion tembaga enzim tersebut. Dengan mengonsumsi pil Antabus dan membayangkan
sakit yang mungkin timbul setelah pengkonsumsian alcohol, seseorang akan
mengubah kembali keputusannya untuk tidak mengkonsumsi alcohol. Pengobatan
menggunakan antabus lebih efektif jika ada seseorang yang memastikan obat
tersebut dikonsumsi setiap hari oleh pecandu alcohol.
Metadon
Metadon mirip
dengan heroin dan morfin, tetapi memiliki keunggulan karena dapat dikonsumsi
dalam bentuk pil (jika heron dan morfin dikonsumsi dalam bentuk pil, maka
sebagian besar akan dipecahkanoleh asam lambung). Metadon dalam bentuk pil
secara bertahapakan memasuki pembuluh darah lalu memasuki otak, sehingga
peningkatan kadarnya terjadi secara lambat, menghindarkan adanya pengalaman “naik”
(rush). Oleh karena metadon dimetabolisme secara perlahan, gejala penarikan
diri juga timbul secara bertahap. Disamping itu, pengguna metadon akan
menghindari penggunaan jarum suntik yang terinfeksi.
15.2
Gangguan Mood
Gangguan depresi mayor
Adalah
pengalaman yang intesitasya lebih tinggi serta berlangsung lebih lama.
Berdasarkaan DSM-IV (american psychiatric association,
1994).
Gejala yang
biasanya adalah hilangnya rasa bahagia dari pada peningkatan rasa sedih seperti
merasa sedih dan tidak bahagia, merasa tidak berguna, rasa ingin bunuh diri,
sulit tidur, tidak dapar berkonsentrasi, tidak dapat membayangkan kebahagiaan.
Depresi mayor
dua kali lebih banyak di diagnosis oleh wanita, depresi ini dapat terjadi pada
usia berapapun. Sebah survei di amerika serikat melaporkan bahwa dari seluruh
penduduk dewasa 5% menderita depresi yang secara klinis signifikan.
Hormon
Depresi terjadi
lebih banyak dalam kurun waktu tertentu dari pada terus menerus, Selama
berbulan-bulan stau bertahun-tahun dan kemudian kembali lagi. Salah satu
pemicunya adalah stres yang akan melepaskan kortisol. Sebagian besar wanita
merasakan penurunan emosi sehari/dua hari setelah melahirkan sekitar 20% wanita
mengalami depresi postpartum ( depresi postpartum banyak ditemukan pada wanita
yang pernah menderita depresi mayor dan pada wanita yang mengalami
ketidaknyamanan parah saat masa menstruasi).
Abnormalitas
dominansi belahan otak
Sebagian besar
penderita depresi mengalami penurunan aktivitas pada korteks prafrontal kiri
dan meningkatkan aktifitas pada korteks prafrontal kanan ( Davidson, 1984;
pizzagalli dkk., 2002). Sebagian besar individu normal ketika mengerjakan uji
verbal akan memandang ke arah kanan, tetatpi sebagian besar penderita depresi
akan memandang ke kiri, hal yang mengindikasikana danya dominansi belahan otak
kanan.
Virus
Beberapa kasus
depresi mungkin berkaitan dengan infeksi virus. Pada persentase kecil dari 265
penderita depresi yang diuji, namun dari 105 individu normal tidak ada yng
memiliki virus tersebut. Virus borna menimbulkan predisposisi terhadap penyakit
kejiwaan secara umum bukan hanya depresi secara spesifik.
Obat anti depresi
Tipe – tipe obat anti depresi : trisiklik, selective serotonim reuptake
inhibitors, monoamine oxsidase inhibitor, antidepresi atipikal.
Trisiklik
Contohnya;
imipramin nama dagang
tofranil, bekerja dengan cara mencegah neuron prasinaptik mengabsorpsi ulang
serotonin, dopramin atau norepinefrin. Efek samping menimbulkan kantuk, mulut
kering, sulit buang air kecil, kelainan jantung. Obat antidepresi dosis
berlebih dapat berakibat fatal, jika diberikan pada pasien kecenderungan bunuh
diri akan beresiko tinggi.
•
selective serotonim reuptake
inhibitors (SSRI)
spesifik untuk
neurotransmiter serotonin contohnya fluoxetine, setralin, nama dagang prozac
efek samping mual, sakit kepala, dan menimbulkan kecemasan.
• Mono
amine oxsidase inhibitor (MAOI)
Contohnya
feneldzin dengan nama dagang nardil menghambat enzim MAO, pengguna MAOI harus
menghindari makanan yang mengandung tiramin seperti keju, kismis, dll karena
dapat meningkatkan tekanan darah.
• Anti
depresi atipikal
Contohnya;
bupromion,
venlaxafin, nefazodon. Eeksamping yang jarang diketahui dan berpotensi
berbahaya.
Bagaimana
Tepatnya Cara Kerja Obat Antidepresi?
1.
Selective Serotonin Reuptake Inhibbitor (SSRIs)
Serotonin adalah
neurotransmitter yang terkait dengan perasaan sehat dan bahagia. SSRI digunakan
untuk mengobati depresi sedang sampai berat.
2.
Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRIs)
SNRI menghambat
serotonin dan norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf.
Norepinephrine terlibat dalam sistem saraf otak yang memicu respon rasa
ketertarikan terhadap rangsangan dari luar dan memotivasi mereka untuk
melakukan sesuatu. Oleh karena itu, SNRI diyakini lebih efektif daripada
obat jenis SSRI yang hanya berfokus pada serotonin.
3.
Trisiklik
Trisiklik bekerja
langsung menghambat sejumlah neurotransmiter, termasuk serotonin, epinefrin,
dan norepinephrine, agar tidak kembali terserap sekaligus juga mengikat
reseptor sel saraf. Biasanya, obat ini diresepkan untuk orang-orang yang
sebelumnya pernah diberikan SSRI namun tidak ada perubahan gejala.
4.
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Monoamine
oxidase inhibitor (MAOIs) bekerja menghambat enzim monoamine oxidase yang dapat
menghancurkan serotonin, epinefrin, dan dopamin. Ketiga neurotransmitter ini
bertanggung jawab untuk menimbulkan perasaan bahagia..
5.
Moradrenaline and Specific Serotonergic Antidepressants (NASSAs)
NASSAs adalah
antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan kadar noradrenalin dan serotonin. Serotonin
dan noradrenalin merupakan neurotransmiter yang mengatur mood dan emosi.
Serotonin juga ikut mengatur siklus tidur dan nafsu makan.
Serotonin adalah
suatu bahan kimia alami atau neurotransmiter monoamino yang disintesiskan pada
neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin
dalam saluran pencernaan. Nama kimia dari serotonin adalah 5-Hidroksitriptamina.
Hormon serotonin ini dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dan senang.
Obat antidepresi
juga dapat menimbulkan efek pada sinapsis serotonin dan katekol amina dalam
hitungan waktu yang dimana sang pengguna harus mengonsumsinya selama
berminggu-minggu sebelum mendapatkan hasil reaksi dari obat tersebut. Sekiranya
2-3 minggu atau 4-6 minggu untuk reaksi yang optimal.
Ketika obat
antidepresi meningkatan pelepasan neurotransmitter, neuron akan melepaskan
neurotrofin yang di sebut brain-derived neurotrophic factor (BDNF) peningkatan pelepasan BDNF
memicu ketahanan dan pertumbuhan di hipokampus dan efek tersebut berkontribusi
pada manfaat obat antidepresi. Prosedur yang menghambat efek BDNF akan
menghambat efek prilaku obat antidepresi tersebut. Efek tunda lainnya dari obat
anti depresi adalah dengan mendesensitisasi autoreseptor pada neuron
prasinaptik.
Dimana setelah
neuron melepaskan neurotransmitter, sejumlah molekul neurotransmitter mengalir
keluar sinaps dan melekat pada autoreseptor pada akson, menurunkan pelepasan
neurotransmitter lebih lanjut. Akibatnya, autoreseptor “mengerem” proses tersebut.
Bahwasanya
sampai sekarang, belum terjawab bagaimana tepatnya cara kerja obat antidepresi.
Ada sebuah
alternative dari obat antidepresi adalah terapi kognitif atau psikoterapi
lainnya. Bisa juga melakukan terapi eelektrokonvulsif (ECT) terapi ini adalah
terapi dengan melakukan serangan ke otak menggunakan listrik.
Umumnya ECT
digunakan 2 minggu sekali. Pasien diberikan obat penenang otot atau anestesi
untuk mengurangi ketidaknyamanan. Efek samping dari penggunaan ECT adalah
kehilangan memori, tetapi efek samping yang lebih serius dari penggunaan ECT
adalah resiko tinggi terjadi kembalinya depresi dalam beberapa bulan. Setelah
ECT menurunkan gejala depresi, hal yang biasa dilakukan untuk mencegah
terjadinya depresi kembali dengan cara menggunakan obat, psikoterapi, atau
terapi ECT secara berkala.
Perubahan
pola tidur
Berapa penderita
depresi memiliki pola tidur yang hampir sama dengan individu sehat yang tidur
lebih awal dari pada biasanya. Penderita depresi dapat memulai tidur, tetapi
bangun lebih awal dan juga tidak dapat tidur kembali. Penderita depresi juga
memiliki jumlah gerak mata yang lebih cepat permenitnya daripada rata-rata ketika
dalam tidurnya.
Gangguan Bipolar
Depresi dapat
berupa gangguan bipolar atau unipolar. Perbedaan dari unipolar dan bipolar
adalah jika penderita mengalami bipolar atau istilah medis sebelumnya adalah
maniac depressive disorder, keadaannya berseling antara depresi dan mania.
Mania ditandai dengan adanya aktivitas resah, kegembiraan, tertawa, percaya
diri, bicara tidak terfokus, dan hilangnya Kendari diri. Sedangkan gangguan
unipolar keadaannya berseling antara keadaan normal dan depresi.
Beberapa penderita
mania berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi individu yang lain. Individu yang
menderita peridoe mania penuh disebut dengan penderita gangguan bipolar I.
sedangkan penderita gangguan bipolar II memiliki periode mania yang lebih
ringan yang disebut hipomania, yang ditandai dengan adanya agitasi dan
kecemasan.
Genetika
Beberapa bukti
mendukung adanya pewarisan karakter atau genetika untuk gangguan bipolar. Jika
salah satu kembaran monozigot menderita gangguan bipolar, maka kembaran yang
lain paling tidak memiliki 50%. Sementara itu, kembaran dizigot memiliki
probabilitas sebesar 5-10%. Beberapa gen yang lebih umum ditemukan pada
penderita gangguan bipolar, berhasil diidentifikasi melalu perbandingan
kromosom.
Gangguan
Afektif Musiman
Gangguan afektif
musiman atau Seasonal affective disorder – SAD, yaitu depresi yang secara teratur
muncul pada musim-musim tertentu.
Gangguan afektif
musimam (SAD) berbeda dengan tipe depresi lainnya dalam berbagai hal. Penderita
SAD memiliki tidur fase tertunda atau phase
delayed dan ritme
suhu yang lebih jadi mengantuk dan bangun dari tidur lebih lambat dari
biasanya. Ini berbeda dari penderita depresi lain yang ritmenya dipercepat.
Pengobatan SAD
dapat dilakukan dengan menggunakan lampu yang sangat terang selama satu jam
atau lebih setiap hari.
Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu kelainan yang ditandai
oleh penurunan kemampuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari karena adanya
suatu kombinasi dari halusinasi, delusi, gangguan pikiran, gangguan pergerakan,
dan ekspresi emosi yang tidak sesuai.
Gejala yang
timbul sangat beragam. Pada sebagian penderita, halusinasi dan delusi sangat
menonjol. Pada sebagian penderita lain gangguan pikiran merupakan hal yang
menonjol. Skizofrenia awalnya dikenal dengan nama demensia prekoks (dementia
praecos) yang
akarnya berasal dari bahasa latin yang berarti “penurunan kondisi mental
premature”.
Gejala
Pada Perilaku
Skizofrenia ditandai oleh gejala positi (perilaku yang muncul, tetapi
seharusnya tidak ada) dan gejala negatif (perilaku yang tidak muncul,
tetapi seharusnya ada). Gejala-gejala negative meliputi lemahnya interaksi
sosial, ekspresi emosi, bicara dan memori kerja. Gejala positif dibagi dalam 2
kelompok, yaitu psikotik dan disorganized. Kelompok gejala psikotik terdiri
dari delusi (keyakinan yang tidak terbukti, misalnya: penderita
seolah-olah sedang dianiaya atau penderita yang menyatakan bahwa makhluk luar
angkasa sedang berusaha mengendalikan perilakunya) dan halusinasi (pengalaman
sensoris yang tidak normal, misalnya: pasien mendengar suara ketika ia
sendirian).
Gangguan
pikiran yang paling
umum terjadi pada skizofrenia adalah kesulitan untuk memahami dan menggunakan
konsep abstrak.
Diagnosis Banding dalam Skizofrenia
Berikut adalah
beberapa kondisi yang gejalanya terkadang mirip dengan gejala skizofrenia.
•
Gangguan mood dengan cirri psikotik: penderita
depresi sering kali mengalami delusi, terutama delusi tentang rasa bersalah dan
kegagalan.
•
Penyalahgunaan substansi adiktif: banyak gejala positif skizofrenia yang dapat
muncul sebagai akibat dari lamanya penggunaan amfetamin, metamfetamin, kokain.
•
Kerusakan otak: balur pada korteks temporal atau prefrontal.
Data
Demografi
Setiap waktu, sekitar 1% populasi manusia menderita skizofrenia.
Skizofrenia terjadi pada semua kelompok etnis diseluruh dunia, walaupun
skizofrenia 10-100 kali lebih mungkin ditemukan di Amerika Serikat dan
Negara-negara benua Eropa disbanding di Negara dunia ketiga.
Genetika
Banyak peneliti
yang yakin bahwa skizofrenia mungkin juga adalah penyakit genetic. Akan tetapi,
semakin banyak bukti yang terkumpul mengindikasikan bahwa skizofrenia bukan
penyakit yang terkait hanya dengan 1 gen.
Studi Terhadap Kembar
Kesamaan tinggi
untuk kembar monozigot telat lama digunakan sebagai bukti pengaruh genetic yang
kuat. Akan tetapi, perhatikanlah dua batasan dibawah ini:
• Kesamaan antar kembar monozigot hanya sekitar 50%
bukan 100%
• Terdapat kesamaan yang lebih besar pada kembar dizigot
dibanding saudara kandung.
Hipotesis Perkembangan Neuron
Berdasarkan hipotesis perkembangan neuron yang popular di kalangan peneliti,
skizofrenia dicetuskan oleh adanya abnormalitas dalam tahap perkembangan neuron
prenatal (sebelum dilahirkan) dan postnatal (sesudah dilahirkan)
Bukti-bukti yang
mendukung hipotesis tersebut adalah:
• Beberapa jenis kesulitan yang dialami pada masa prenatal
maupun postnatal dikaitkan dengan munculnya skizofrenia di kemudian hari
• Penderita skizofrenia menderita kelainan otak ringan yang
tampaknya muncul pada masa awal perkembangan
• Mungkin abnormalitas dalam masa
awal perkembangan dapat mengganggu perilaku masa dewasa
Lingkungan
Pranatal dan Postnatal
Resiko
skizofrenia mengalami peningkatan pada individu-individu yang mengalami kesulitan
(pada masa perkembangannya) sehingga dapat memengaruhi perkembangan otak
mereka, termasuk gizi buruk ibu yang sedang hamil, kelahiran premature, berat
badan bayi yang rendah saat dilahirkan dan komplikasi pada saat melahirkan,
misalnya pendarahan hebat. Akan tetapi, tiap hal tersebut hanya menyumbangkan
pengaruh yang kecil terhadap kemunculan skizofrenia.
Singkatnya,
beberapa kasus skizofrenia mungkin ditimbulkan sebagai akibat infeksi virus
atau parasit.
Pengobatan
dan obat-obatan
Dalam menangani
skizofrenia, dokter akan mengombinasikan obat-obatan dengan terapi psikologis.
Obat yang biasa diresepkan dalam kasus ini adalah antipsikotik. Antipsikotik
bekerja dengan cara memengaruhi zat neurotransmiter di dalam otak (serotonoin
dan dopamine). Pada penderita skizofrenia, obat ini bisa menurunkan agitasi dan
rasa cemas, menurunkan atau mencegah halusinasi dan delusi, serta membantu
menjaga kemampuan berpikir dan mengingat.
Antipsikotik
digunakan dalam dua cara, yaitu oral (umumnya bentuk pil) dan suntik. Pada
pasien yang mudah diatur, dokter biasanya akan memberikan pil antipsikotik.
Namun sebaliknya, pada pasien yang menolak diberikan obat, terpaksa harus
disuntik. Untuk menenangkan pasien yang mengalami agitasi, dokter biasanya akan
memberikan benzodiazepine terlebih dahulu sebelum menyuntikkan antipsikotik.
Ada dua kelompok
obat-obatan antipsikotik, yaitu antipsikotik generasi lama (misalnya
fluphenazine, perphenazine, chlorpromazine, dan
haloperidol dan
generasi baru (misalnya clozapine, ziprasidone, quetiapine,
olanzapine, risperidone, aripiprazole, dan paliperidone)
Efek samping
yang ada kelompok antipsikotik baru ini adalah peningkatan berat badan,
sembelit/ mengantuk, pandangan kabur, mulut kering, dan berkurangnya gairah
seks. Sedangkan efek samping yang hanya ada pada antipsikotik generasi lama
adalah otot terasa berkedut, badan gemetar, dan kejang otot.
Saat ini,
antipsikotik generasi baru merupakan obat yang paling sering direkomendasikan
oleh dokter karena terbukti memiliki risiko efek samping yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA :
Kalat, J.W. (2012).Biopsikologi:Biological Psychology. Jakarta : Salemba
Humanika.
Komentar
Posting Komentar